Jumat, 08 April 2011

Kebangkitan Pendidikan

Salah satu kebijakan yang diambil oleh imam khomeini qs setelah kemenangan revolusi islam iran adalah perbaikan kualitas SDM. Keberadaan para penjajah yang membungkus diri dengan seprei modernitas meninggalkan jejak kebobrokan dan kebodohan masyarakat. Para perampok yang sering berkedok kertas demokrasi berpena hak asasi manusia itu berhasil memeratakan kemiskinan dan kesenjangan sosial.Slogan penipuan dengan mudah diumbar ditengah masyarakat. Kondisi sebelum pecahnya revolusi yang di prakarsai ruhaniawan serta ahli politik dari kota khomein ini sangat menyedihkan. Dampak pembodohan, penipuan serta kamuflase berencana tersebut memaksa tindakan amoral ataupun asusila membudaya dan berkembang dengan cepat ditengah masyarakat. Mereka sengaja atau tidak sering dipaksa menerima sampah getir setelah mineral dan madunya dihisap pemerintah yang berkiblat pada barat dan eropa tersebut. Melihat kenyataan semacam itu tindakan pembenahan masyarakat merupakan manuver terapis bagi kemajuan dan kbangkitan bangsa. Pemikiran cemerlang ini begitu tajam dan dalam menusuk hati masyarakat untuk maju dan membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan.

Masyarakat dibuka pandangan mereka akan pentingnya pendidikan dan lazimnya konsep pembentukan negara islam iran sebagai sebuah madrasah. Jadi semua element masyarakat diajak dan dituntut bersama saling menyokong untuk menjadi pengajar atau siap belajar. Beberapa kebijakan yang lain juga diarahkan membahu mendukung proyek besar ini. Gerakan pembangunan jalan dan sarana transportasi ataupun komunikasi ataupun prasarana yang lain dengan gencar digalakkan. Sehingga mempermudah pelaksanaan proyek pembangunan masyarakat ini. Semangat ini berulang disampaikan kepada masyarakat sebab ujung bidik dari semua upaya itu tidak lain adalah kembali bagi kesejahteraan masyarakat. Hal-hal terkait kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. Perhatian ini menjadi tonggak pengukuh kecintaan masyarakat terhadap bangsa.

Selain pendidikan demi pemberantasan buta huruf penuasan para mahasiswa serta para pelajar agama(thalabeh) ke daerah terpencil juga ditujukan untuk membina ruhani mereka. Sebagaimana kita tahu bahwa kecerdasan fikiran tanpa imbangan kecerdasan ruhani akan timpang.

Sebuah metode pendidikan meneruskan konsep dari revolusioner abad 19 inipun dibentuk. Salah satunya berupa pendidikan akselerasi. Para pelajar setahun sekali diajak napak tilas jejak para pejuang perang. Bekas serta sisa peperagan dijaga sedemikian rupa. Para calon penerus bangsa ini diingatkan dengan kesulitan dan jerih para pendahulu mereka. Mereka dididik untuk mensyukuri semua itu dengan menorehkan karya demi meneruskan pembangunan. Perjuangan dalam torehan karya yang menakjubkan dapat dilihat sejarah perjalanan bangsa yang baru lepas dari perang 30 tahunan ini. Baik dalam ilmu biologi, kimia, fisika,teknologi dan bidang yang lain tak bisa dipandang sebelah mata.

Kecerdasan masyarakat memang harus dijadikan sebagai suatu prioritas utama. Masyarakat cerdas tidak mau menerima konsep perbudakandalam bentuk apapun. Dikatakan masuknya orang-orang israel ke palestina pada awalnya dengan membeli tanah milik warga sipil. Lama kelamaan tidak lagi membeli tanah warga tapi mengklaim bahwa daerah tersebut adalah negara mereka. Pengusiran dan pembantaian anak-anak bahkan wanita lemah pun dilakukan. Menyadari ini Masyarakat iran dilarang menjual tanah mereka kepada orang asing.
Sebagaimana kita tahu ketika secara fikih sesuatu yang sudah dibeli maka itu sudah menjadi hak pembeli dan orang lain bahkan negara tidak bisa turut campur.

Segi keilmuan dinegeri kita cukup dibilang maju. Sebenarnya pendidikan itu sudah bisa menjadi filter. Adaya pelajaran matematika misalnya, seharusnya menjadi penjera untuk bermain judi. Tapi togel atau bentuk judi-judi yang lain mengakar kuat di nadi masyarakat. Bukankah dengan matematika dapat dipahami bahwa judi adalah mengambil kemungkinan dari 1 per 10, per 100, per 1000 kemungkinan atau bahkan lebih dari itu. Dengan matematika maka manusia akan berpikir seribu kali untuk berjudi. Tapi mengapa hal itu terjadi di negara kita? Apakah ilmu matematika yang salah muridnya yang salah atau gurunya? Beberapa waktu yang lalu ada pihak yang mengajukan pelarangan judi namun ditolak mentah-mentah dengan alasan itu adalah alasan islam. Kenapa yang dijadikan perhatian malah sisi pembeda seperti ini. Tidak mendahulukan hal-hal yang baik bagi kemajuan masyarakat.

Konstitusi Kita yang Terabaikan : Pasal 33 UUD’ 45

Beberapa waktu lalu, sekelompok tokoh agama ramai-ramai “menggoyang” istana. Para tokoh lintas akidah itu menuding Pemerintah kita telah melakukan “kebohongan”: satu kata yang dianggap terlalu kasar dan kemudian menjadi polemik.

Pemerintah kita dianggap tidak sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan rakyat, seperti yang kerap disampaikan dalam berbagai kesempatan. Pemerintah juga dianggap tidak serius menjalankan mandat konstitusi – bahkan mengabaikannya.

Saya tidak hendak membahas polemik tokoh agama versus Pemerintah yang sudah lewat itu. Namun, substansi masalah yang disampaikan oleh mereka itu tampaknya masih relevan – bahkan akan terus relevan – untuk kita kaji, terutama pengabaian terhadap amanat konstitusi.

Salah satu mandat yang terabaikan itu adalah Pasal 33 UUD 1945: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal ini merupakan salah satu prinsip mendasar bagaimana seharusnya sumberdaya perekonomian kita dikelola.

3 Pilar dalam Pembangunan

Dewasa ini, bangsa kita tengah dihadapkan pada dua tantangan yang secara diametral menarik energi kolektif kita: globalisasi dan desentralisasi. Menarik untuk mengaitkan pengaruh keduanya dalam membentuk tatanan kehidupan masyarakat di tingkat daerah.

Di satu sisi, pengaruh global merangsek hingga ke pelosok daerah, yang dilumasi teknologi informasi-komunikasi, tengah menarik masyarakat kita untuk menjadi warga global – setidaknya hal ini akan berpengaruh pada aspek ekonomi dan sosial-budaya. Di sisi lain, semangat desentralisasi dalam wujud otonomi daerah tengah kembali menumbuhkan semangat untuk “menjadi lokal”. Dalam kadar tertentu, bahkan semangat “daerah-isme” mengalahkan “nasionalisme” kebangsaan.

Dua realitas itu membentuk satu paradoks yang disebut “glokalisasi”: globalisasi yang justeru semakin mengangkat nilai-nilai lokal ke pentas dunia. Jadi, sebagaimana disinyalir oleh Friedman dalam “The World is Flat”, bukan “penyeragaman” budaya dan nilai-nilai global yang terjadi, melainkan “keberagaman” lokal yang akan mewarnai kancah global. Melalui media komunikasi-informasi yang telah berkembang demikian masif, semakin terbuka peluang bagi daerah untuk tampil di kancah global, dengan segala potensi yang dimilikinya. Dalam konteks itulah tantangan pembangunan ekonomi daerah kontemporer dihadapkan. Untuk menyikapinya, setidaknya tiga pilar berikut yang harus diperkuat. Pertama, kesiapan infrastruktur. Sudah kita maklumi bersama, bahwa peranan infrastruktur cukup menentukan daya saing perekonomian. Kelengkapan infrastruktur menentukan tingkat interconnectivity – kesalingterhubungan: antar komunitas, antar wilayah, antar lembaga. Masyarakat yang ‘terhubung’, apalagi secara global, memiliki peluang lebar untuk maju. Sebaliknya, masyarakat yang ‘terisolasi’, hampir dipastikan terbelakang, setidaknya secara sosial-ekonomi. 

Ketersediaan infrastruktur akan menjadi dorongan kuat bagi pertumbuhan sekaligus pemerataan ekonomi daerah. Jalan, jembatan, listrik, air bersih, infrastruktur telekomunikasi, bandara atau pelabuhan, adalah beberapa contoh infrastruktur yang mesti diperkuat, guna menarik investasi, baik investasi swasta, pemerintah, community investment, bahkan investasi global. Tanpa infrastruktur yang memadai, investasi sulit masuk, bahkan jika daerah tersebut kaya SDA sekalipun. Jika investasi seret, ekonomi mandeg. Ujungnya: kemiskinan!Memasuki era globalisasi jilid tiga ini, daerah juga perlu mengembangkan infrastruktur informasi dan telekomunikasi yang memadai, agar masyarakat – terutama para entrepreneur lokal – terhubung dengan pasar global. Tentu, dalam konteks daerah, pasar global tidak melulu berarti luar negeri, tetapi juga luar daerah, luar pulau.  

Ke dua, birokrasi yang bersih dan efisien. Birokrasi yang demikian akan membuat pelayanan publik semakin dekat, semakin simpel. Inilah syarat mutlak ke dua, bagi daya tarik suatu investasi. Birokrasi yang korup akan membuat enggan siapa pun untuk berurusan dengannya, kecuali bagi para ‘mafia’ yang memang demen bermain dengan birokrat, untuk tujuan mengeruk sumberdaya alam, atau menyabet proyek-proyek anggaran belanja negara. Tapi efeknya tak akan banyak bagi kesejahteraan publik.Terkait kemudahan investasi, sebetulnya, Pemerintah Pusat sudah mencanangkan program pelayanan satu atap. Lebih dari separuh pemerintah kabupaten-kota di Indonesia sudah menerapkannya. Namun demikian, dari informasi yang saya terima, rupanya tidak banyak yang berjalan efektif. Sebagian besar, kantor pelayanan satu atap tak ubahnya “kantor pos” yang menerima dokumen permohonan ijin investasi, selanjutnya dikirim ke masing-masing lembaga atau dinas yang berwenang: as usual. Selain perijinan yang lama, investor juga seringkali harus mengeluarkan isi kantongnya terlalu banyak, untuk pungutan “resmi” maupun tidak, pada saat usaha belum juga dimulai. Jelas, ini akan menghambat investasi.

Ke tiga, dan ini sesungguhnya yang paling vital, yaitu kesiapan sumberdaya manusia. Pendidikan dan kesehatan adalah dua domain utama pembangunan manusia. Jika dua pilar sebelumnya berperan sebagai magnet investasi, maka pilar ke tiga ini, selain menarik investasi, juga sangat menentukan apakah daerah bisa ikut bermain di lapangan ekonomi secara sejajar dengan pelaku ekonomi global, ataukah hanya sebagai penonton. Sering saya saksikan di beberapa daerah, nilai investasi yang masuk ke daerah demikian besar, tetapi masyarakat lokal hanya berperan sebagai penonton, atau paling banter sebagai pekerja di lingkaran paling luar. Nyaris seluruh tenaga ahli yang menggerakkan roda ekonomi raksasa di daerahnya adalah para pendatang, yang sudah pasti akan “menerbangkan” uangnya ke kota asal mereka. Yang tersisa untuk daerah hanya sedikit, bisa berwujud dana bagi hasil, pungutan resmi maupun tidak resmi oleh daerah, atau sedikit ‘uang jajan’ para pekerja pendatang itu.

Membangun kelengkapan infrastruktur, membersih-efisienkan birokrasi dan mencetak sumberdaya manusia qualified, adalah tiga pilar yang harus tegak, untuk menyongsong paradoks glokalisasi: mengangkat keunggulan lokal ke kancah global.

Keanekaragaman Budaya di Indonesia

Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. Di Indonesia terdapat kurang lebih 300 suku bangsa. Setiap suku bangsa hidup dalam kelompok masyarakat yang mempunyai kebudayaan berbeda-beda satu sama lain.

1. Keanekaragaman Budaya yang Terdapat di Indonesia

Bangsa Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya. Tiap daerah atau masyarakat mempunyai corak dan budaya masing-masing yang memperlihatkan ciri khasnya. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Contohnya adalah pemakaman daerah Toraja, mayat tidak dikubur dalam tanah tetapi diletakkan dalam goa. Di daerah Bali, mayat dibakar(ngaben).
Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil cita, rasa, dan karya manusia dalam suatu masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi melalui belajar. Jika kita telusuri, kebudayaan itu meliputi adat kebiasaan, upacara ritual, bahasa, kesenian, alat-alat, mata pencaharian, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai kesenian atau adat istiadat saja.

Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan daerah merupakan budaya asli dan telah lama ada serta diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kia sekarang ini merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.
Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia timbul karena akibat sebagai berikut.

a. Kondisi Geografis

Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki beribu-ribu pulau yang dipisahkan oleh selat dan laut. Ini merupakan kondisi lingkungan geografis Indonesia. Lingkungan geografis semacam itu menjadi sumber adanya keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Kondisi geografis yang demikian menimbulkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah mata pencaharian penduduk. Jenis-jenis pekerjaan yang ada juga menyebabkan beranekaragamnya peralatan yang diciptakannya, misalnya bentuk rumah dan bentuk pakaian. Akhirnya sampai pada bentuk kesenian yang ada di masing-masing daerah berbeda.

b. Kemajemukan Suku Bangsa

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Identitas seringkali dikuatkan kesatuan bahasa. Oleh karena itu, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga yang bersangkutan itu sendiri. Suku-suku yang ada di Indonesia antara lain Gayo di Aceh, Dayak di Kalimantan, dan Asmat di Papua.
Untuk mengetahui kebudayaan daerah Indonesia dapat dilihat dari ciri-ciri tiap budaya daerah. Ciri khas kebudayaan daerah terdiri atas bahasa, adat istiadat, sisem kekerabatan, kesenian daerah dan ciri badaniah(fisik)

2. Sikap Menghormati Budaya di Indonesia
Kita mengetahui bahwa Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan penduduknya terpencar-pencar di berbagai pulau. Tiap penduduk tinggal di lingkungan kebudayaan daerahnya masing-masing. Ini artinya, di Indonesia terdapat banyak ragaman kebudayaan. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal:
a. cara berbicara
b. cara berpakaian
c. mata pencaharian
d. adat istiadat

Keanekaragaman budaya jangan dijadikan sebagai perbedaan, tetapi hendaknya dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita selaku bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu melestarikan kebudayaan yang beraneka ragam tersebut.
Di samping itu, dengan mendalami kebudayaan yang beraneka ragam tersebut, wawasan kita akan bertambah sehingga kita tidak akan menjadi bangsa yang kerdil. Kita dapat menjadi bangsa yang mau dan mampu menghargai kekayaan yang kita miliki, yang berupa keanekaragaman kebudayaan tersebut.Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan agar kebudayaan kita yang terkenal tinggi nilainya itu tetap lestari, tidak terkena arus yang datang dari luar. Melestarikan kebudayaan nasional harus didasari engan rasa kesadaran yang tingi tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah perlu juga kita kembangkan, karena kebudayaan daerah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pembinaan kebudayaan daerah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. pertukaran kesenian daerah
b. pembentukan organisasi kesenian daerah
c. penyebarluasan seni budaya, antara lain melalui radio, TV, surat kabar serta majalah
d. penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah
e. membentuk sanggar tari daerah
f. mengadakan pentas kebudayaan

Tata Cara Makan yang Baik

Well, dalam perjamuan-perjamuan makan ditempat-tempat mewah seperti di restoran mewah, hotel bintang lima atau ketika kita diundang di acara resepsi pernikahan di gedung yang mewah ataupun acara-acara formal lainnyatentu saja kita harus mengikuti tata cara yang bisa dibilang sopan ketika makan sehingga tidak mempermalukan diri sendiri, apalagi bagi mereka yang tidak biasa mengikuti aturan-aturan table manner contohnya saya (ups ketauan deh ndesonya). Nih, biar gak malu-maluin saya punya beberapa step-step atau langkah-langkah yang baik menurut table manner, hal ini sangat penting untuk dipelajari, kenapa? ya biar di bilang katro atau ndeso, hehehe, sungguh alasan yang sangat tepat! saudara-saudaraku.

1. Etika cara makan yang benar dan baik mulai posisi duduk, cara memegang alat-alat makan, hingga mengusap mulut ketika selesai. Diawali dari posisi duduk dan punggung harus selalu tegak.

2. Posisi tangan tidak boleh diletakkan di meja. Apalagi bila siku diletakkan di meja digunakan untuk menyangga kepala. Hanya pergelangan tangan yang boleh menempel di bibir meja.

3. Pas mau makan,  aturannya adalah makanan yang mendatangi kita, bukan kita yang mendatangi makanan. Jadi, saat makan, badan tetap tegak, alat makan yang diajukan ke mulut. Bagaimana jika yang dihidangkan menu sup? Aturannya sama saja. Makanya, supaya tidak menetes, mengambil kuahnya jangan terlalu banyak.

4. Nah, sekarang soal menggunakan peralatan makan. Pada perjamuan formal, biasanya banyak peralatan makan yang tersaji. Ada sendok, garpu, pisau, sendok besar, sendok kecil. Pelbagai peralatan itu bisa jadi membuat pening bagi orang yang baru pertama menghadiri jamuan makan formal. Eits, Tak perlu bingung, yang perlu diingat adalah urut-urutan penggunaan peralatan makan tersebut. Peralatan makan selalu digunakan mulai bagian terluar menuju ke dalam. Pisau selalu berpasangan dengan garpu. Begitu juga sendok, biasanya juga berpasangan dengan garpu. Tapi, ada kalanya sendok digunakan sendirian. Sendok sup, misalnya. Sendok ini berujung bulat besar. “Jangan sembarangan menggunakan peralatan makan. Bila tidak sesuai, salah-salah begitu makanan dihidangkan, tak ada peralatan yang tersisa,” katanya. Sebab, dalam perjamuan makan formal, begitu satu menu makanan selesai dihidangkan, peralatan makan akan langsung dibersihkan.

5. Begitu selesai makan, biasanya kita akan membersihkan mulut dari sisa-sisa makanan. Dalam penggunaan serbet ini, ada aturannya. Saat perjamuan makan dimulai, serbet diletakkan di atas pangkuan. Untuk membersihkan mulut, yang digunakan cukup ujung serbet saja, jangan keseluruhan. Begitu jamuan selesai, lipat serbet dengan rapi dan letakkan di atas meja.

6. Selain cara makan, beberapa hal perlu diperhatikan selama jamuan makan berlangsung yaitu ketika menikmati makanan, misalnya, usahakan tidak menimbulkan bunyi. Baik saat mengecap makanan maupun peralatan makan. Jangan mengunakan peralatan makan sebagai penunjuk arah. Bila memang ingin menunjukkan sesuatu, letakkan peralatan makan terlebih dahulu, baru berbicara.

Bagaimana sudah cukup jelas bukan penjelasan saya di atas, tata cara atau table manner di atas sangat bermanfaat bagi kita semua ketika kita akan mengahadiri perjamuan makan di tempat-tempat mewah.

Ciri-ciri Pemimpin Beretika

Pemimpin yang beretika dianggap pemimpin yang jujur, amanah, sangat dipercayai dan dapat diharapkan bukan setakat untuk memimpin dan melindungi subordinat, tetapi dijadikan sumber rujukan dan contoh tauladan hidup oleh subordinat. Apakah yang dikatakan pemimpin yang beretika?
Pemimpin yang beretika adalah pemimpin yang mengotakan apa yang dilafazkan. Kewibawaan seorang pemimpin terjejas apabila tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang diambil tidak selaras dengan ikrar, janji atau kata-kata yang pernah dilafazkan. Pihak yang mendengar, melihat dan menyedari tentang perkara ini akan memandang serong kepada pemimpin sebegini dan melihat kepimpinannya dengan sinis.Pemimpin yang tidak mengotakan kata-katanya akan dianggap sebagai pemimpin yang lemah, tidak perlu ditakuti, tidak boleh dipercayai, dianggap penuh retorik dan penuh dengan budaya propaganda. Lebih malang lagi sekiranya ini berlaku, bukan hanya subordinat tetapi masyarakat sekeliling akan memberikan tafsiran pelbagai dengan konotasi negatif setiap kali pemimpin sebegini melafazkan kata-kata. Kata-katanya tidak diterima sepenuh hati, arahan tugasan olehnya dilaksanakan oleh subordinat dengan separuh hati.
Menjaga Kerahsiaan

Pemimpin yang berada dipuncak hierarki akan biasa berhadapan dengan suasana kerja yang memerlukan kerahsiaan. Rahsia adalah sesuatu yang perlu disimpan dengan cermat dan teliti. Rahsia tidak lagi menjadi rahsia sekiranya terdapat pihak yang tidak berkaitan mengetahui rahsia tersebut. Apabila disebut tentang kerahsiaan, ia pasti akan dikaitkan dengan data, statistik, maklumat terperingkat, perancangan atau perkara-perkara yang bakal dilakukan. Pemimpin haruslah bertanggungjawab sepenuhnya dalam menjaga kerahsiaan. Kegagalan pemimpin untuk memelihara kerahsiaan menimbulkan rasa tidak senang dikalangan subordinat dan masyarakat sekeliling tetapi juga integriti seorang pemimpin tersebut dipertikaikan.Lebih malang lagi apabila rahsia tersebut bukannya bocor akibat dari kehilangan fail-fail sulit mahupun dokumen terperingkat yang berada di tangan pemimpin atau staf terdekatnya, tetapi rahsia tersebut tiris dari lidah pemimpin itu sendiri dan terus mengalir ke pintu pejabat dan banjir ke seluruh organisasi. Mungkin pada awalnya pemimpin merasakan bahawa dirinya penting di dalam organisasi kerana dianggap sebagai ‘first hand information informer’. Tetapi dihujungnya pemimpin sebegini akan hilang wibawa di mata subordinat dan masyarakat sekeliling.

Berhadapan Konflik

Dalam memimpin sebuah organisasi, seorang pemimpin tidak dapat lari dari risiko bahawa organisasinya berhadapan dengan pelbagai jenis konflik. Konflik adalah salah satu medan yang mengukur kewibawaan dan keupayaan seorang pemimpin dalam usaha menanganinya. Terdapat sesetengah konflik yang kritikal dan perlu diselesaikan serta-merta. Terdapat juga konflik yang memerlukan masa untuk menyelesaikannya.Pemimpin yang berwibawa tidak mudah melatah dan membuat keputusan yang terburu-buru apabila berhadapan dengan konflik. Apabila organisasi menghadapi konflik, seluruh organisasi akan memberikan tumpuan kepada pemimpin dan warga kerjanya. Segala pernyataan, tindakan dan keputusan pemimpin akan dianggap sebagai arahan yang perlu dilaksanakan sebagai jalan keluar untuk mengatasi konflik. Sekiranya pemimpin terlalu terburu-buru dan sentiasa mengeluarkan kenyataan dan keputusan yang saling bertentangan, kewibawaan pemimpin akan dipertikaikan dan subordinat beranggapan bahawa pemimpin mereka bercakap dahulu baru berfikir.
Ibarat kata Hang Jebat , otak diletak ke empu kaki. Pemimpin yang berwibawa adalah pemimpin yang tidak menuding jari dan meletakkan kesalahan atas kewujudan konflik ke atas subordinat, tetapi mengambil tanggungjawab untuk ke hadapan menyelesaikannya. Malah lebih hilang wibawa seorang pemimpin yang pandai mengambil kredit atas kelebihan subordinat dengan mengecapkannya sebagai usaha pemimpin tetapi apabila timbul masalah, subordinatlah orang yang patut dipersalahkan dan dihukum.

Mengendali Subordinat

Di dalam organisasi, pemimpin tidak dapat dipisahkan dari subordinat. Ia ibarat aur dengan tebing. Pemimpin akan menghadapi kepelbagaian sikap dan mentaliti subordinat. Ada yang berpendirian keras, konservatif, moderat, idealis dan pelbagai lagi. Walaupun terdapat pelbagai teori dan pendekatan yang dikemukakan oleh sarjana dan pengkaji bidang sains sosial, setakat ini tiada pendekatan yang benar-benar dianggap terbaik dalam pengendalian subordinat. Pemimpin harus melihat semula kepada ‘nature of subordinate’. Mengendalikan subordinat adalah subjektif sifatnya dan kaedahnya adalah pelbagai bergantung kepada situasi dan keadaan.Pemimpin yang berwibawa adalah pemimpin yang turun padang dan bertemu dengan subordinat, hatta pada hierarki yang paling bawah. Jubah dan ego seorang pemimpin harus diletakkan dan digantung disebalik pintu bilik kerja apabila seorang pemimpin turun padang. Pemimpin harusnya berbicara dengan nada dan ‘bahasa’ subordinat agar subordinat menerima kehadiran pemimpin dengan perasaan terbuka. Pemimpin haruslah mencari, mendengar dan menyelami masalah subordinat dan berusaha menyelesaikannya. Pemimpin yang berwibawa harus lebih banyak mendengar dan bertindak.

Pemimpin yang berwibawa adalah pemimpin tidak mudah membuat penilaian negatif terhadap subordinat dan bertindak menghukumnya. Subordinat yang bermasalah wajar dinasihatkan, dibantu dan dibentuk semula agar ia mengikuti jalan yang digariskan dan diingini oleh pemimpin. Subordinat yang dianggap sebagai ‘new blood in the organisation’ pula sepatutnya diberikan pendedahan dan panduan yang lengkap dengan ‘job description’ , ‘standard operation and prosedure’ dan senarai‘do and don’t’ yang bersesuaian dengan tugas dan diberikan masa yang munasabah untuknya menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dengan tugas terutama kepada subordinat baru bukannya perkara yang boleh diselesaikan dalam satu malam atau satu purnama. Sikap pemimpin yang gemar memandang rendah kepada ‘new comers’ ini adalah antara sikap yang menjatuhkan wibawa seorang pemimpin.

Sikap, Tingkah Laku Lambang Kewibawaan Pemimpin

Oleh: SAODAH ABD.AHMAN

MANUSIA sering melihat pemimpin sebagai orang yang bertanggungjawab dan mempunyai keperibadian mulia. Jika pemimpin tidak prihatin dalam soal tingkah lakunya maka kewibawaan diri dan kehebatannya akan terjejas. Rakyat mempunyai hak untuk mempersoalkan sikap dan tingkah laku buruk para pemimpin mereka.Kedudukan dan kekuasaan seorang pemimpin bergantung kepada suara dan sokongan rakyat. Pemimpin yang tidak peka terhadap tingkah laku dan keperibadian diri tidak layak untuk memimpin negara kerana mereka tidak boleh menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat.

Pemimpin dianggap sebagai ketua yang terlalu sibuk menguruskan soal keperluan asas rakyat. Rumah dan pejabat mereka merupakan tempat untuk rakyat mengadu dan meminta pertolongan.
Jika seorang pemimpin masih lagi leka dengan kegiatan yang berunsurkan tuntutan hawa nafsu sama ada dalam bentuk mengumpul harta sebanyak mungkin ketika diberi kuasa, atau berpoya-poya dengan wanita cantik dan menarik, maka kehebatan dan kewibawaannya terjejas akibat terlalu ghairah melayani kehendak hawa nafsunya.Pemimpin ialah orang yang mempunyai jiwa yang kental, perwatakan yang boleh meyakinkan masyarakat bahwa beliau adalah seorang yang bertanggungjawab dan boleh dipercayai, serta cintakan masyarakat.Pemimpin yang tidak mempunyai ciri-ciri begini tidak layak dilantik menjadi pemimpin kerana kelemahan menahan hawa nafsu boleh menyebabkan mereka terpesong daripada melaksanakan tugas secara serius dan berhemah.

Pucuk pimpinan negara perlu menunjukkan sikap yang tegas apabila berhadapan dengan pemimpin yang terlalu ghairah dengan kegiatan yang berunsurkan kegilaan pangkat dan hawa nafsu.
Sikap terlalu gemar menutup keburukan perangai dan tingkah laku para pemimpin kerana hendak menjaga imej parti politik boleh menyebabkan pemimpin-pemimpin tersebut berterusan melakukan perbuatan yang bersalahan dengan etika kepimpinan.Malah ia juga boleh membangkitkan kemarahan dan kebosanan rakyat terhadap pucuk kepimpinan beliau.Kebanyakan masyarakat Malaysia masa kini adalah terdiri daripada orang yang berpelajaran dan mampu berfikir dan memahami tingkah laku dan sikap para pemimpin mereka.Mereka berani menyuarakan pandangan dan kritikan terhadap pemimpin yang mempunyai tingkahlaku yang buruk dan tidak bertanggungjawab. Setiap pemimpin perlu memahami bahwa kedudukan dan kekuasaan mereka adalah ditentukan oleh rakyat kerana negara ini mengamalkan dasar demokrasi.

Rakyat mempunyai hak untuk menyebarkan perangai dan tingkah laku buruk para pemimpin. Hak begini amat penting bagi rakyat kerana mereka merupakan individu yang menentukan pemimpin negara.
Jika rakyat tersilap memilih pemimpin maka mereka akan menghadapi kepincangan dan kehancuran akibat kurang prihatin terhadap sikap dan perangai wakil rakyat dan pemimpin mereka.
Negara yang mengamalkan dasar demokrasi yang sihat akan berkembang dan maju secara pantas kerana setiap pemimpin sibuk menumpukan perhatian kepada perkhidmatan masyarakat dan negara. Masa dan tenaga mereka dikorbankan untuk membangun kawasan yang mundur dan menyediakan kemudahan asas kepada rakyat.Apabila masa digunakan sepenuhnya untuk perkhidmatan masyarakat dan negara maka para pemimpin tidak mempunyai masa untuk berpoya-poya dan mengaut keuntungan diri sebanyak mungkin ketika diberi kuasa.

Kecuaian terhadap penelitian calon wakil rakyat dan pemimpin dalam aspek akhlak dan tingkah laku adalah di antara faktor yang menyebabkan dasar kerajaan tidak dapat dilaksanakan secara sempurna walaupun kerajaan telah menyediakan peruntukan yang banyak untuk masyarakat.
Apabila rakyat menyuarakan sikap dan tingkah laku buruk dan kecuaian wakil rakyat dan pemimpin ketika diberi kuasa maka pucuk pimpinan negara perlu tegas mengambil tindakan terhadap individu tersebut.Dalam konteks kepimpinan negara, ketegasan dan kewibawaan pucuk pimpinan negara merupakan penentu kepada kejayaan atau kegagalan sesebuah negara.Jika pucuk pimpinan merupakan orang yang tegas dan serius mengendalikan urusan disiplin dan etika para pemimpin di bawah bidang kuasanya, maka setiap wakil rakyat dan pemimpin tidak berani melakukan sesuatu yang berlawanan dengan etika kepimpinan kerana ia boleh menyebabkan mereka tersungkur dan bankrap.
Rakyat Malaysia hari tidak akan memilih pemimpin berdasarkan parti politik. Mereka lebih prihatin kepada individu yang dilantik menjadi wakil rakyat.

Jika seorang wakil rakyat menunjukkan sikap yang buruk dan sombong ketika diberi kepercayaan memimpin masyarakat maka kedudukannya sebagai wakil rakyat mungkin tidak berkekalan walaupun keseluruhan jentera parti digunakan untuk memperkukuhkan kedudukannya.Pemimpin diibaratkan sebagai ibu dan bapa kepada rakyat. Jika wakil rakyat atau pemimpin terlalu gemar berpoya-poya dan melayani hawa nafsunya ketika berkuasa maka di manakah ciri-ciri kepimpinan yang boleh dihormati oleh masyarakat? Corak pemikiran dan sikap mereka adalah sama dengan remaja liar yang berkeliaran pada waktu malam.Oleh itu tidak mungkin pemimpin tersebut boleh membimbing masyarakat menjadi satu masyarakat yang berjaya dan berakhlak mulia kerana pemimpin juga bersikap seperti ketam menyuruh anaknya berjalan betul.

- DR. SAODAH ABD. RAHMAN ialah pensyarah Jabatan Usuluddin dan Perbandingan Agama, Universiti Islam Antarabangsa Malaysia.

Antropologi dan Karakter Bangsa

Studi-studi tentang budaya dan kepribadian berkembang dalam disiplin antropologi untuk mencari watak khas etnis dan juga bangsa.Tapi perkembangannya lambat dan problematik. Bagaimana memetakan keanekaragaman kepribadian 800 etnis, kecuali dengan membangun mitos hasil abstraksi tentang kepribadian?

Ciri khas menarik tentang “watak Indonesia” dapat dilihat dari ciri-ciri kebudayaan-kebudayaan etnis yang digali dari berbagai etnografi yaitu keterbukaan terhadap pengaruh asing yang dijadikan milik sendiri. Ada unsur sinkretisme dan akulturasi yang dianggap wajar. Tapi benarkah demikian?

Karakter bangsa adalah sesuatu yang kabur, mitos dan selalu dicari wajah jelasnya di tiap zaman. Perdebatan keindonesiaan di Indonesia dalam wacana tercatat bertahap. Episode pertama: Perdebatan Keindonesaan pertama: Polemik Kebudajaan (1930an) tentang wajah Barat vs Timur. Episode kedua: Episode kedua: Mochtar Lubis Manusia Indonesia yang merupakan otokritik pedas tentang kemunafikan orang Indonesia. Episode ketiga: Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Masa pasca reformasi adalah episode keempat, segala wacana yang pernah ada nampak hancur dan sentimen keindonesiaan untuk solidaritas masuk dalam titik nadir terendah.
Konstitusi Indonesia dengan jelas menekankan bahwa pluralitas adalah hal alami bagi karakter Indonesia yang demokratis. Hak warganegara termasuk hak kultural dan akses terhadap pendidikan dilindungi sebagai tanggungjawab sosial negara terhadap warga. 

Tapi, dalam praktiknya, prinsip-prinsip demokratis tidak ditanamkan melalui sistem pendidikan. Dalam kenyataan, pendidikan belum jadi instrumen pembangunan kebudayaan nasional. Dialog inter-kultural, pengakuan terhadap perbedaan dan penguatan hubungan-hubungan sosial semakin absen.
Sistem pendidikan saat ini berorientasi pada pencapaian standar angka yang individual terlebih dengan masuknya kapitalisme mutakhir. Kompetensi yang ditawarkan dalam pendidikan sangat individual, tidak bersifat komunal. Pendidikan yang seharusnya memperkuat relasi sosial yang diambil dari unsur-unsur sangat lokal telah berubah menjadi penguatan individual. Pendidikan di Indonesia sangat tidak demokratis. Konsep demokratisasi justru dimatikan oleh pendidikan itu sendiri.

Masih Adakah Keteladanan?

Bisa dikatakan, keteladanan adalah harga mati. Kalau sampai mata rantai keteladanan dari kakak tingkat itu putus, maka hidup atau tidaknya jiwa kepamongan dalam sekolah ini patut diragukan karena keteladanan adalah sebuah media untuk mengaktifkan aturan. Jika keteladanan itu luntur, aturan pun akan sulit untuk ditegakkan. Sedangkan terdapat satu hal yang perlu kita sadari bersama bahwa keteladanan dalam menjalankan aturan bukanlah hal yang mudah.

Sekarang, ketika kampus ini hanya dihuni oleh dua angkatan, ketika kampus ini memiliki kriteria penilaian A untuk mempraktekkan keteladanan karena ada junior dan senior beserta seabrek peraturan yang mengatur hubungan antar keduanya, ketika sekolah ini masih punya aturan, sekali lagi . . . ketika sekolah ini masih punya aturan. Toh tetap saja keteladanan begitu sukar untuk ditemukan, sukar untuk dilakukan, dan sukar untuk ditanamkan dalam jiwa. Keteladanan tidak melulu hanya digerakkan oleh senior. Semua pihak “bertanggung-jawab” dalam hal keteladanan, termasuk junior. Tapi tetap saja senior harus punya posisi selangkah lebih maju daripada junior dalam hal keteladanan. Hidup matinya keteladanan tergantung dari senior, bukan berarti junior dilarang terlibat. Bisa saja junior juga ikut andil, tapi resikonya mungkin mereka akan dikatakan sok-sokan. Nah, apakah hal itu akan kita biarkan terus menerus terjadi? Tidak, kan?
Apalagi kita hidup di kesatrian. Berarti kita adalah seorang satria. Berani mengakui kesalahan apalagi kebenaran. Jika itu harus diterapkan sebagai sebuah keteladanan tanpa harus takut dibilang sok-sokan, sok idealis. Tapi yang terpenting adalah niat tulus untuk merubah lembaga kita ke arah yang lebih baik. Hal ini adalah modal utama untuk membangunkan sikap keteladanan yang selama ini tidur panjang.

Dulu kekerasan memang di jadikan suplemen untuk mengabadikan keteladanan. Itu sukses membuat lembaga ini dicap sebagai sekolah yang menerapkan disiplin murni, bukan disiplin komando. Sekarang, katanya . . . sekali lagi katanya kekerasan itu sudah dibekukan dan digantikan dengan cara yang lebih persuasif. Sangat jelas sekali perbedaan outputnya antara keteladanan sebagai produk dari kekerasan dan keteladanan sebagai produk dari tanpa pemaksaan. Keteladanan persuasiflah yang sekarang dikampanyekan dan diharapkan dapat mendukung terjadinya perubahan paradigma. Sementara itu kekerasan yang mengakar dan mungkin masih melekat adalah PR bagi lembaga dan segenap civitas akademika Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Hal ini tentu akan memunculkan dilema, apakah dapat mempertahankan keteladanan dengan persuasif untuk perubahan paradigma tanpa menyentuh sebuah identitas sekolah kepamongan yang sudah dibentuk sedemikian penuh?

Kadang, jika dengan cara halus seperti itu aturan belum bisa tegak juga dengan keteladanan dari seorang kakak kepada seorang adik, maka solusi bodohnya adalah kekerasan. Jadilah aturan itu tegak bukan karena keteladanan, tapi karena ketakutan. Aturan hanya bisa tegak apabila mengingat sanksi sarkas dari senior. Bukan karena keikhlasan untuk melatih diri bagaimana caranya membentuk mental taat pada aturan.
Namun hal tersebut dapat diatasi bila kita meyakinkan diri dan bersikap optimis bahwa keteladanan tidaklah sulit diwujudkan dan hanya dapat diterapkan dengan cara kekerasan. Perlu digarisbawahi pula bahwa keteladanan pun dapat tercipta melalui jalur persuasif. Tidak perlu adanya pemukulan hanya untuk menerapkan aturan. Jalannya sebuah aturan lebih baik dengan pemberian motivasi bahwa menegakkan aturan akan menjaga diri kita. Memberi contoh terbaik kepada rekan seangkatan maupun adik kita sendiri dan membuktikan bahwa aturan akan membuat hidup jadi lebih indah, adalah metode yang paling sederhana.

Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi

Berbicara tentang Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu sendiri karena ketika kita Etika Birokrasi didengungkan secara tertulis memang belum diuraikan dengan jelas namun secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hirarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para apata birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sessuai aturan yang telah ditetakan.

Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia ( Sapta Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga7.
Dengan sendirinya Kode Etik itu dibaca secara bersama – sama pada kesempatan tertentu yang kadang –kadang diikuti oleh suatau wejangan dari seorang pimpinanupacara disebut inspektur upacara ( IRUP ), maksudnya adalah untuk menciptakan kondisi – kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan mempertumbuhkan sikap mentalyang diperlukan, juga untuk menciptakan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan, dan upacara – upacara nasional.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI dan lain-lain ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai sekarang belum diketahui sampai seberapa jauhnya dan juga belum dapat dipantau secara jelas dari perbuatan seseorang apakah yang bersangkutan melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya dan apa sangsinya, sehingga benar-benar dapat dipergunakan sebagai ukuran atau criteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak.

Tetapi apapun dan bagaimanapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk, menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan lain-lain.Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi.
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat sebagai berikut :

Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil 
Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, dimana diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsure aparatur negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggungjawabnya. Dlam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujutkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur kedudukan, kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.
Aturan menegnai kedudukan Pegawai Negeri sipil

Pegawai Negeri sipil adalah unsure aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah ditentukan.
Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya agar lebih beretika dan bermoral, supaya terhindar dari kepentingan partai politik, maka sebaiknya Pegewai Negeri yang bersangkutan memundurkan diri demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat birokrasi.

Peraturan disiplin Pegawai Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur tentang :
- Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
- Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap menerima sangsinya.
- Menyimpan rahasia negara dan atau rahasi jabatan dengan sebaik-baiknya.
- Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan negara.
- Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material.
- Mentaati ketentuan jam kerja.
- Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
- Bersikap adil dan bijaksana terhadaop bawahannya.
- Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya.
- Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan kariernya.
- Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan atasannya.

Sementara Larangan yang merupakan aturan main yang turut mengatur perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan seperti :
- Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
- Menyalahgunakan wewenangnya.
- Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara.
- Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
- Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
- Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
- Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah.
- Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami oleh pegawai negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri yang notabenen merupakan aparat birokrasi.
Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah sangsi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sangsi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sangsi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :

Hukuman disiplin ringan antara lain :
- teguran lisan
- teguran tertulis
- pernyataan tidak puas secara tertulis.

Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain :
- penundaan kenaikkan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
- penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun.
- Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.

Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari :
- penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun.
- Pembebasan dari jabatan.
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil.
- Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.

Dari sangsi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita beratnya sangsi atau hukuamn yang telah ditentukan, namun sekarang kembali lagi kepada penegakkan sangsi atas pelanggaran Etika tersebut, apa betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya sebatas retorika ataupun sangsi social saja, karena sangsi social hanya efektif apabila aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sangsi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan kepegawaian juga dapat dijadikan salah satu bagian dari kode Etik Birokrasi yang nantinya dapat mengatur segala bentuk tingkah laku dari Aparat Birokrasi dengan segala sangsi yang mengikat, sehingga diharapkan pelaksanannya dapat membuat aparat birokrasi lebih beretika. Jadi selain etika yang berlaku dalam masyarakat dimana aparat birokrasi merupakan bagian dalam masyarakat, maka secara otomatis dia harus terikat dengan aturan tersebut, sementara di satu sisi Aparat Birokrsi mempunyai aturan main sendiri yang secara Nasional di Seluruh Indonesia dapat diterapkan yaitu tercermin dalam Sapta Pra Setya Korpri bagi pegawai negeri dan Sapta Marga bagi TNI, serta aturan Kepegawaian yang berlaku dan juga ketentuan atau sangsi yang tegas dan nyata. Ini diharapkan dapat menjadi Kode Etik Birokrasi dan menjadi aturan main dalam dalam melaksanakan tugas dan fungsi Birokrasi agar dikatakan birokrasi lebih beretika dan bermoral.

ETIKA BIROKRASI

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya minta minta ditaati pula oleh orang lain.

Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan1. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri. 

Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari pada ilmu pengetahuan (cognitive) bukan pada efektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan seamangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya tidak ada masyarakat tanpa moral2, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak social dengan masyarakat, ini berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau tidak.

Menurut Drs.Haryanto, MA. Bahwa Etika merupakan instrumen dalam masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral.3 Ini berarti Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perulaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral.Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.

Alasan Pentingnya Etika Dalam Birokrasi :
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi tadi.

Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel, menurut Agus Dwiyanto,4 bahwa :
pertama masalah – masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalh yang berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.

Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area “seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi.Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. 

Dari alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi tiu sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani, diatur dan diberdayakan.Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di tengah-tengah masyarakat.

Pengertian Otonomi, Sistem Otonomo, dan Sistem Pemerintahan Daerah Menurut Ahli

Beberapa Pengertian Otonomi, Sistem Otonomi dan Sistem Pemerintahan Daerah Menurut Prof.Dr.Ateng Syafrudin, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II Dan Pembangunannya”, Prof.Dr.H.Bagir Manan, SH.,M.CL.dalam bukunya menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah oleh MP. Kristoporus Dawi (Fak. Polpem-IPDN 2010)

Pengertian menurut Prof.Dr.Ateng Syafrudin, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II Dan Pembangunannya” 

1. Otonomi mengandung arti jumlah atau besarnya tugas, kewajiban, hak dan wewenang serta tanggung jawab urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah otonomi untuk menjadi isi rumah tangga Daerah. Otonomi daerah terkandung unsur kemampuan untuk mewujudkan apa-apa yang menjadi tugas, hak dan wewenang serta tanggung jawabnya memperhatikan, mengurus dan mengatur rumah tangga daerah sendiri. Dalam bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa cara untuk mengukur kemampuan termaksud. Otonomi daerah itu juga merupakan bagian dari pembagian tugas penyelenggaraan kepentingan umum antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Dilihat dari segi ini unsur kemampuan harus ada pada pihak yang membagi dan yang menerima bagian tugas, artinya kemampuan jajaran pemerintah pusat juga harus turut diperhitungkan karena akan mempengaruhi pelaksanaannya.( Prof.Dr.Ateng Syafrudin, S.H.,1991:40)

2. Sistem Otonomi daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling berhubungan yang terkandung unsur kemampuan untuk mewujudkan apa-apa yang menjadi tugas, hak dan wewenang serta tanggung jawabnya memperhatikan, mengurus dan mengatur rumah tangga daerah sendiri. Dalam bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa cara untuk mengukur kemampuan termaksud. Otonomi daerah itu juga merupakan bagian dari pembagian tugas penyelenggaraan kepentingan umum antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Dilihat dari segi ini unsur kemampuan harus ada pada pihak yang membagi dan yang menerima bagian tugas, artinya kemampuan jajaran pemerintah pusat juga harus turut diperhitungkan karena akan mempengaruhi pelaksanaannya. ( Prof.Dr.Ateng Syafrudin, S.H.,1991:61)

3. Sistem Pemerintah Daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling berhubungan yang unsur utamanya terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD yang secara formal mempunyai kewajiban dan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, sekaligus mempunyai kewajiban dan hak untuk menyerap dan merumuskan aspirasi rakyatnya dalam wujud berbagai upaya penyelenggaraan Pemerintahan.. Kewajiban ini pada dirinya mengandung sifat dan nilai politik karena anggota-anggota DPRD dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Umum secara nasional dan memang hal itu untuk mewujudkan prinsip yang ditegaskan dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 bahwa” di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan oleh karena di daerah pun, Pemerintah akan bersendi atas dasar permusyawaratan”. ( Prof.Dr.Ateng Syafrudin, S.H.,1991:40)

“Pengertian menurut Prof.Dr.H.Bagir Manan, SH.,M.CL. dalam bukunya menyongsong Fajar Otonomi Daerah”

1. Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi Negara (administratiefrechtelijk). Sebagaimana tatanan ketatanegaraan,otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan sususnan organisasi Negara.paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara berdasarkan atas hukum.Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas pemerintahan.(Prof.Dr.H.Bagir Manan, SH.,M.CL. ,2002:24-25)

2. Sistem Otonomi Daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling barhubungan dalam sebuah tatanan ketatanegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi Negara (administratiefrechtelijk). Sebagaimana tatanan ketatanegaraan,otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan sususnan organisasi Negara.paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara berdasarkan atas hokum. Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas pemerintahan.(Prof.Dr.H.Bagir Manan, SH.,M.CL. ,2002:24-25)

3. Sistem Pemerintahan Daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling barhubungan dalam satuan pemerintahan territorial tingkat lbh rendah dalam daerah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan tertentu di bidang administrasi Negara sebagai urusan rumah tangganya.Satuan pemerintahan territorial ini lazim disebut daerah otonom, sedangkan hak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang administrasi Negara yang merupakan urusan rumah tangga daerah disebut otonomi. Jauh sebelum merdeka ,cita-cita membentuk satuan pemerintahan tingkat daerah yang otonom telah dikumandangkan oleh para pejuang kemerdekaan, baik dalam tulisan maupun sebagai garis politik gerakan kepartaian dan lain-lain badan.karena itu tidak mengherankan apabila cita-cita itu kemudian tertuang secara mantap dalam UUD,baik dalam UUD1945 maupun UUDS 1950.Dalam Konstitusi RIS(1949) cita-cita daerah otonom terintegrasi dengan faham federasi, baik dalam bentuk Negara bagian atau satuan-satuan pemerintahan yang tegak sendiri. Pada masing-masing Negara bagian, cita-cita otonomi tetap dilaksanakan secara kukuh.(Prof.Dr.H.Bagir Manan, SH.,M.CL. ,2002:67-68)

“Pengertian menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah”

1. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Sistem Otonomi Daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling barhubungan dalam wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Sistem Pemerintahan Daerah adalah totalitas dari bagian-bagian yang saling ketergantungan dan saling barhubungan dalam penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepadaDaerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif Daerah.

CERITA TENTANG POLITISI ORAL

Setelah Suharto lengser tahun 1998 banyak orang bersuka cita. Seakan telah lepas dari cengkraman ketakutan berbicara, mengutarakan pendapat dan melontarkan kritik secara terbuka. Sampai sekarang pun setiap ulasan politik selalu menggunakan jargon : …” Setelah 32 tahun demokrasi di 
negeri ini dikekang/dipasung/dikebiri dst.. oleh rejim orde baru….” Jargon itu diucapkan juga oleh tokoh-tokoh politik DPR/MPR serupa yang berjaya ketika mendukung Suharto dan tetap berjaya juga di DPR/MPR masa kini.

“Pemasungan demokrasi selama 32 tahun…” Itulah sumber penyebab runtuhnya bangsa ini. Hukum harus tunduk kepada kebijaksanaan penguasa. Korupsi,uang masuk, pungli, suap dan komisi tumbuh berkembang menjadi tradisi.Dari pejabat negara yang tertinggi, kelas menengah sampai yang terendah dipinggir jalan, mencari tambahan ekstra yang lebih besar dari strok gaji bulanan. Kenapa semua ini bisa terjadi? Itulah kesalahan terbesar para birokrat bersama politisi pendukung rejim penguasa dalam mengelola negara selama 32 tahun! Gerakan reformasi lahir dan muncul justru karena tekanan dan penindasan penguasa sudah melampaui ambang batas ketahanan dan kesabaran massa rakyat. Menurut logika dan akal sehat, setelah pemerintahan reformasi terbentuk, seharusnya yang nomor satu adalah mengadili kejahatan dan kriminalitas politik rejim orde baru. Termasuk segala kebijakan manajemen pemerintah yang merugikan keuangan negara. Kemudian disusul penuntutan hukum terhadap oknum pelaku kasus per kasus. Kenyataannya sekarang, ungkapan “pemasungan demokrasi selama 32 tahun” hanyalah sekedar jargon yang maknanya semakin kabur.Memang tak dapat disangkal bahwa dulu anggota DPR/MPR pendukung orde baru tidak bebas bicara karena takut ditempeleng dan ditangkap pihak militer. Mereka tahu hak bicaranya dibatasi, tahu banyak rekayasa tapi tak berani melawan. Tanpa susah payah mereka menikmati fasilitas DPR/MPR dan bukan mustahil kecipratan rejeki bila ada kasus berbau korupsi yang sampai ke komisi DPR. Maka terbentuklah kelompok wakil rakyat yang pengecut, rakus dan munafik. Kala itu mereka malu dan jengkel sekali kepada Iwan Fals yang menelanjanginya melalui dendang dan lagu. 

Setelah presiden RI bukan lagi tentara yang berpangkat jendral, mereka tak takut lagi ditempeleng atau dipanggil Kodim. Maka terbentuklah politisi oral DPR/MPR yang bicara semaunya, memfitnah dan menghina presiden sipil Kyai Haji yang terkendala akibat stroke. Seperti lazimnya brandalan pengecut, hanya berani dalam kelompok; memeras Cina atau orang lemah, dan lari terbirit-birit bila korbannya punya backing orang kuat. Begitu pulalah politisi oral DPR/MPR,ketika ada pembela Gus Dur yang berani mati, ketika umat NU mengadakan doa bersama istigotsah, sejumlah anggota DPR/MPR kalang kabut minta perlindungan polisi. Mereka takut… Berani karena benar, takut karena salah. Sebetulnya DPR itu kumpulan orang pintar, tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tahu juga bahwa GD konsisten melaksanakan amanah 
reformasi, basmi KKN dan ingin meluruskan sejarah. Konekuensi lanjutnya pasti akan terbasmi pula semua politisi pedosa rejim orba. Maka GD digoyang terus. Sebagai orang pintar, politisi oral DPR/MPR tahu persis bahwa argumentasi BBGate sangat lemah. Tindak fitnah, penghinaan dan pelecehan kepada GD termasuk move-move politik DPR/MPR yang merusak perekonomian nasional, dapat berakibat dekrit pembubaran DPR. Sekarang mereka takut dekrit presiden 
Selain takut kepada eksekutif reformis, politisi DPR/MPR juga takut kepada massa PDIP. Tahun 1999 mereka menggelar proyek ABM karena takut PDIP. 

Sekarang untuk menjinakkan banteng, politisi oral DPR/MPR menanam budi mengangkat Mega jadi RI-1. Mereka sudah mulai menghitung komisi yang bakal dipanen kelak. Panen lain yang akan menyusul adalah pecahnya formasi kuat PDIP-PKB. Mereka paham betul bila Mega jadi RI-1 tahun 2001 adalah ibarat bayi lahir prematur. Banyak krisis banyak peluang. Dalam strategi, politisi oral DPR/MPR adalah kumpulan brandal, pengecut, rakus dan licik. Dalam taktik mereka adalah kriminal profesional yang harus diwaspadai. Menggerakkan huru-hara, kelompok etnis/suku, desa sampai RT saling bunuh dan tawuran. Maka isu KKN dilupakan. Bom meledak dimana-mana, ada berita 
baru. BBGate, mogoknas BEM, memo, ada berita baru. NU gadungan disambut hangat AR. Dokter jarak jauh disambut hangat AT, ada berita baru. Ginanjar ditahan, hanya tujuan politik bukan berita.

“Ketahanan Pangan Nasional”

Negara dalam sejarahnya berperan dalam mengubah cara pandang pangan yaitu beras adalah utama. Ini mengubah pola makan dalam skala besar. Bangsa Indonesia adalah konsumen beras terbesar di ASEANL 132 kg/kapita per tahun. Ini luar biasa sekaligus harus diwaspadai.Dalam perspektif Pertahanan Negara, Ketahanan pangan merupakan bagian dari total defense. Tapi defense dan ketersediaan dalam bentuk bagaimana yang berkelanjutan?

Dominasi beras dalam budaya pangan nasional mempunyai konsekuensi sosial kejam. Dalam hal ini kepincangan kelas Kaya-Miskin. Tidak ada petani yang mau anaknya jadi petani dalam negeri agrikultural ini adalah krisis kultural yang akut.Lalu ini hal yang terlupakan: Sumberdaya pangan non-beras, jagung, gandum, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, talas merupakan ciri khas pangan tropis Indonesia yang sudah menjadi budaya kuliner, menjadi terpuruk.Berkaca pada keanekaragaman, Semakin “primitif”, malah justru semakin banyak pilihan makanannya.. ! J
Kurangnya variasi pangan dan terutama pengolahan pangan terkait erat dengan semakin minimnya pengetahuan kita tentang rasa, warna, bau yang mungkin sudah merupakan pesan kultural dari nenek moyang yang sudah kita lupakan. Ini dampak globalisasi, diversifikasi pangan dalam kenyataan terancam oleh monokulturalisasi yang diperkenalkan lewat budaya konsumsi global.

APA YANG HARUS DILAKUKAN KEDEPAN:
Kita perlu memperhatikan aspek produksi pangan, bukan saja distribusinya. Bisnis besar punya kecenderungan ekspansif untuk memproduksi mega-pangan tapi ada ekses kultural bagi penduduk setempat. Kasus Merauke Food Estate akan menjadi cerita Horror di Papua mungkin dalam 10 tahun kedepan.Industri besar harus disikapi hati-hati. Masih ada masalah berat seperti Sawitisasi nasional, atau fokus terhadap cashcrops yang sangat mungkin membuat kerentanan pangan skala besar dan menghapus keanekaragaman.Bagaimana modernisasi teknologi penyediaan dan pengelolaan pangan memang perlu, namun bagaimana melihat bentuk modernisasi yang menggunakan teknologi rakyat yang melibatkan orang banyak? Sejauh mana perusahaan, masyarakat dapat memahami bahwa industri pangan jangan sampai membunuh nuansa kultural dalam sistem produksi.Tantangan masa depan bagi masyarakat urban adalah kecepatan instant yang sehat dan bergizi serta menyenangkan. Memang akan ada perubahan sosial yaitu jumlah makanan cemilan semakin banyak, suatu saat orang akan lebih banyak makan cemilan daripada makanan pokok.Perlu studi-studi antropologi kuliner tentang makna selera untuk pengembangan budaya kuliner kedepan yang sehat, lezat, rendah kalori, dan aman dengan mempertahankan pada keanekaragaman.

Selasa, 05 April 2011

Ketahanan Nasional

Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dalam perjuangan mencapai cita-cita/tujuan nasionalnya bangsa Indonesia tidak terhindar dari berbagai ancaman-ancaman yang kadang-kadang membahayakan keselamatannya. Cara agar dapat menghadapi ancaman-ancaman tersebut, bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.
Kondisi atau situasi dan juga bisa dikatakan sikon bangsa kita ini selalu berubah-ubah tidak statik. Ancaman yang dihadapi juga tidak sama, baik jenisnya maupun besarnya. Karena itu ketahanan nasional harus selalu dibina dan ditingkatkan, sesuai dengan kondisi serta ancaman yang akan dihadapi. Dan inilah yang disebut dengan sifat dinamika pada ketahanan nasional.
Kata ketahanan nasional telah sering kita dengar disurat kabar atau sumber-sumber lainnya. Mungkin juga kita sudah memperoleh gambarannya.Untuk mengetahui ketahanan nasional, sebelumnya kita sudah tau arti dari wawasan nusantara. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik yang dimiliki suatu bangsa, yang didalamnya terkandung keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.
Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan kesatuan, keberadaan, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bisa jadi ancaman-ancaman tersebut dari dalam ataupun dari luar.

1. Perkembangan Ketahanan Nasional
Dewasa ini istilah ketahanan nasional sudah dikenal diseluruh Indonesia. Dapat dikatakan bahwa istilah itu telah menjadi milik nasianal. Ketahanan Nasional baru dikenal sejak permulaan tahun 60 an. Pada saat itu istilah itu belum diberi devenisi tertentu. Disamping itu belum pula disusun konsepsi yang lengkap menyeluruh tentang ketahanan nasional. Istilah ketahanan nasional pada waktu itu dipakai dalam rangka pembahasan masalah pembinaan ter itorial atau masalah pertahanan keamanan pada umumnya.
Walaupun banyak instansi maupun perorangan pada waktu itu menggunakan istilah ketahanan nasional, namun lembaga yang secara serius dan terus-menerus mempelajari dan membahas masalah ketahanan nasional adalah lembaga pertahanan nasional atau lemhanas. Sejak Lemhanas didirikan pada tahun 1965, maka masalah ketahanan nasional selalu memperoleh perhatian yang besar.
Sejak mulai dengan membahas masalah ketahanan nasional sampai sekarang, telah dihasilkan tiga konsepsi.Pengertian atau devenisi pertama Lemhanas, yang disebut dalam konsep 1968 adalah sebagai berikut :
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara dan bangsa Indonesia.
Pengertian kedua dari Lemhanas yang disebut dalam ketahanan nasional konsepsi tahun 1969 merupakan penyempurnaan dari konspsi pertama yaitu :
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara Indonesia.
Ketahanan nasional merupakan kodisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguahan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,didalam menghadapi didalam menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman ,hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas,identitas , kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar perjuangan nasional.
Apabila kita bandingkan dengan yang terdahulu, maka akan tampak perbedaan antara lain seperti berikut :
a. Perumusan 1972 bersifat universal, dalam arti bahwa rumusan tersebut dapat diterapkan dinegara-negara lain, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.
b. Tidak lagi diusahakan adanya suatu devenisi, sebagai gantinya dirumuskan apa yang dimaksud kan dengan istilah ketahanan nasional.
c. Jika dahulu ketahanan nasional di identikkan dengan keuletan dan daya tahan , maka ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamis yang berisikan keuletan dan ketangguhan, yang berarti bahwa kondisi itu dapat berubah.
d. Secara lengkap dicantumkan tantangan, ancaman , hambatan, serta ganguan.
e. Kelangsungan hidup lebih diperinci menjadi integritas, identitas, dan kelangsungan hidup.
Dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Jendral Suharto di depan siding DPR tanggal 16 Agustus 1975, dikatakan bahwa ketahanan nsional adalah tingkat keadaan dan keuletan dan ketangguhan bahwa Indonesia dalam menghimpun dan mengarahkan kesungguhan kemampuan nasional yang ada sehingga merupakan kekuatan nasional yang mampu dan sanggup menghadapi setiap ancaman d an tantangan terhadap keutuhanan maupun kepribadian bangsa dan mempertahankan kehidupan dabn kelangsungan cita-citanya.
Karena keadaan selalu berkembang serta bahaya dan tantangan selalu berubah, maka ketahanan nasional itu juga harus dikembangkan dan dibina agar memadai dengan perkembangan keadaan. Karena itu ketahanan nasional itu bersift dinamis, bukan statis.
Ikhtiar untuk mewujudkan ketahanan nasional yang kokoh ini bukanlah hl baru bagi kita. Tetapiu pembinaan dan peningkatannya sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan fasililitas yang tersedi pula.
Pembinaan ketahanan nasional kita dilakukan dipelgai bidang : ideology , poluitik, ekonomi , sosial budaya dan hankam, baik secara serempak maupun menurut prioritas kebutuhan kita.
2. Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalan Trigarta
Untuk memberi gambaran umum tentang Indonesia, marilah kita membahasas dahulu dar segi aspek-aspek alamiah atau Trigatra dengan mulai meninjau :
a. Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
Jikalau kita melihat letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia, maka akan nampak jelas bahwa wilayah Negara tersebut merupakan suatu kepulauan, yang menurut wujud kedalam, terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau-pulau didalamnya. Yang dalam bahasa asing bisa disebut sebagai suatu archipelago kelvar, kepulauan itu merupakan suatu archipelago yang terletak antara benua Asia disebelah utara dan benua Australia disebelah selatan serta samudra Indonesia disebelah barat dan samudra pasifik disebelah timr.
Berhubungan letak geografis antara dua benua dan samudra yang penting itu, maka dikatakan bahwa Indonesia mempunyai suatu kedudukan geograpis ditengah tengah jalan lalu lintas silang dunia. Karena kedudukannya yagn strategis itu, dipandang dari tiga segi kesejahtraan dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya Indonesia telah banyak mengalami pertemuan dengan pengaruh pihak asing (akulturasi).
Menurut catatan Indonesia terdiri dari wilayah lautan dengan 13.667 pulau besar dan kecil, diperkirakan 3.000 pulau diantaranya yang dialami penduduk.