1. Apakah aborsi diperbolehkan untuk korban perkosaan?
Pemerkosaan adalah kejahatan terburuk yang menimpa wanita. Para korban sangat membutuhkan bantuan dan dukungan kita. Kita perlu memberikan perlindungan dan bantuan yang lebih pada mereka. Tetapi aborsi, seperti juga pemerkosaan, adalah sebuah tindakan yang menghancurkan. Tindakan menggugurkan janin hasil pemerkosaan adalah seperti menjawab kekejaman atas seorang wanita yang tak berdosa (yaitu korban pemerkosaan) dengan kekejaman atas satu korban yang tak berdosa juga. Aborsi selalu menyebabkan hilangnya kehidupan manusia.
2. Apakah kehidupan manusia benar-benar dimulai saat kehamilan dinyatakan?
Ya. Manusia yang unik langsung mendapatkan kehidupannya sesaat setelah telur manusia bertemu dengan sperma manusia (proses ini disebut konsepsi atau pembuahan). Hasil pembuahan ini (disebut sel) langsung memiliki karakteristik tersendiri yang merupakan hasil dari perpaduan genetik orang tuanya, seperti warna bola mata janin, warna rambut dan kulit, roman muka dan bentuk tubuh janin, bahkan penyakit-penyakit turunan seperti diabetes menurun padanya di tahap lanjut kehidupannya. Setelah pembuahan, perkembangan janin terjadi sangat cepat. Dalam waktu 4 minggu, otak, tulang punggung dan susunan syaraf telah terbentuk. Jantung janin pun telah berdetak.
3. Apakah kehamilan akibat kasus pemerkosaan sering terjadi?
Konsepsi hasil pemerkosaan boleh dibilang amat jarang terjadi. Banyak studi kasus yang menyatakan hal ini. Tetapi, tidak menutup kemungkinan adanya kehamilan setelah seorang wanita diperkosa.
4. Kenapa kehamilan akibat kasus pemerkosaan amat jarang terjadi?
Ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan. Pertama, mungkin si wanita memang tidak dalam masa suburnya, maksudnya sudah memasuki masa menopause atau mungkin juga terlalu muda (belum mendapatkan haid pertama kalinya). Kedua, mungkin si wanita menggunakan alat kontrasepsi atau menjalani sterilisasi. Faktor ketiga, trauma dan ketakutan serta perlawanan saat pemerkosaan terjadi mungkin menyebabkan terjadinya perubahan mekanisme tubuh yang mengurangi kemungkinan kehamilan seperti perubahan hormon, pengerutan tuba falopi (jalan telur ke rahim) yang dapat menggagalkan ovulasi ataupun pembuahan. Pemerkosaan tidak selalu berupa hubungan intim yang komplit. Mungkin ejakulasi (keluarnya sperma) tidak terjadi, atau mungkin juga si pemerkosa tidak subur. Kemungkinan terjadinya konsepsi dari sebuah hubungan intim sukarela dan bahkan dari dua orang yang subur hanya diperkirakan sebesar 2-4%.
5. Dapatkah kehamilan dicegah pada kasus pemerkosaan?
Dapat. Saat seorang wanita diperkosa, ia harus segera mencari pertolongan medis. Karena adanya tenggang waktu antara ejakulasi dan pembuahan, pencegahan terjadinya konsepsi masih bisa dilakukan, semisal dengan menggunakan spermicidal untuk membunuh sperma si pemerkosa atau dengan meminum pil hormon untuk mencegah terjadinya ovulasi.
6. Berapa sering pemerkosaan dijadikan alasan dilakukannya aborsi?
Di Australia, hanya di belahan selatannya saja yang memiliki data aborsi. Statistik mencatat kurang dari 0.1% aborsi dilakukan karena kejahatan pemerkosaan. Sekiranya persentase ini yang kita gunakan untuk kira-kira 80.000 kasus aborsi dalam setahun yang terjadi di Australia, maka kria-kira sebanyak 80 kasus aborsi terjadi karena kejahatan pemerkosaan di Australia.
7. Apakah aborsi adalah keputusan terbaik untuk wanita yang hamil karena perkosaan?
Tidak. Aborsi tidak membantu si wanita untuk menghilangkan trauma perkosaan. Karena tindakan pengguguran kandungan itu sendiri dapat mengakibatkan luka jiwa yang hanya menambah beban derita korban. Pendapat masyarakat bahwa aborsi adalah keputusan terbaik bagi korban pemerkosaan yang hamil mencerminkan masyarakat yang melihat korban sebagai "tidak bersih" dan karenanya harus "dibersihkan dari noda pemerkosaan" dengan jalan aborsi. Masyarakat harus sadar, rasa marah, bersalah, takut, tidak percaya diri akibat menjadi korban pemerkosaan akan terus menghantui korban.
8. Apakah wanita korban pemerkosaan yang hamil selalu menginginkan aborsi?
Tidak. Tetapi opini, sikap dan kepercayaan masyarakat seringkali membuat korban sulit untuk memilih kemungkinan lain selain ingin cepat-cepat menggugurkan kandungannya. Takut disalahkan dan dibuang oleh keluarganya, teman-temannya atau lingkungannya membuat korban ingin bersembunyi dengan cara membuang bukti nyata kejahatan pemerkosaan.
9. Apakah wanita membenci anak yang dilahirkannya karena kejahatan pemerkosaan?
Bulan-bulan pertama kehamilan, mungkin tumbuh rasa benci dan menolak kehadiran janin dalam kandungannya. Dalam studi kasus kehamilan pada korban-korban pemerkosaan, Dr. Susan Mahkorn menemukan bahwa sikap negatif yang mula-mula muncul secara perlahan akan berubah menjadi sikap positif, sikap menerima kehamilan dan akhirnya saat mereka melahirkan anaknya, sikap menyayangi anak. Dalam waktu-waktu itu, juga muncul rasa percaya diri korban.
10. Apakah adil bagi si wanita korban pemerkosaan untuk meneruskan kandungannya?
Pemerkosaan adalah ketidakadilan terbesar pada wanita. Tetapi ketidakadilan yang lebih besar terjadi jika janin yang juga merupakan korban hasil pemerkosaan turut dibunuh.
11. Jika disebutkan kehamilan akibat kejahatan pemerkosaan amat jarang, mengapa tidak dilegalkan saja aborsi untuk korban pemerkosaan?
Selain fakta bahwa bayi-bayi yang tak bersalah akan terbunuh, hukum ini akan menemui kesulitan jika dijalankan. Jika seorang wanita mengaku diperkosa dan oleh karenanya hendak melakukan aborsi, dapatkah wanita ini memberikan bukti nyata kalau ia diperkosa? Haruskah ia melaporkan pemerkosaan dirinya pada polisi? Berapa lama setelah kejadian ini si wanita dapat mengajukan permohonan pengguguran kandungan?
12. Apakah tidak terasa kejam untuk meminta korban pemerkosaan yang hamil untuk melahirkan anaknya?
Pada dasarnya seorang wanita memiliki rasa keibuan yang alami. Jauh di lubuk hatinya selalu ada kasih dan kekuatan. Keputusan untuk melahirkan anak adalah keputusan untuk membawa sesuatu yang baik keluar dari sesuatu yang kelihatannya jahat. Keputusan ini adalah kemenangan atas kejahatan pemerkosaan. Keputusan ini akan membawa si wanita untuk selalu mengingat keberanian dan kemurahan hatinya, dibandingkan ketakutan dan rasa malunya.
13. Bagaimana dengan kehamilan sebagai korban hubungan sedarah (incest)?
Janin hasil hubungan sedarah sama kedudukannya dengan janin hasil kejahatan pemerkosaan. Janin itu juga manusia, yang seperti kita juga, tidak dapat menolak kehadirannya di dunia ini. Mengapa hak hidup seseorang diakhiri padahal ia sendiri tidak dapat memilih cara kehadirannya di dunia ini?
14. Berapa sering kehamilan akibat hubungan sedarah terjadi?
Tidak ada yang dapat mengetahui secara pasti. Sepertinya incest lebih jarang terjadi dibanding hubungan intim yang normal. Biasanya korban masih muda dan trauma kejadian ini dapat memberhentikan siklus bulanannya.
15. Apakah aborsi merupakan jalan terbaik bagi para korban incest?
Incest sebenarnya persoalan keluarga yang sangat kompleks. Mungkin dengan hamilnya korban dapat merupakan bukti nyata akan kejadian yang selama ini ditutup-tutupi. Kehamilan ini juga dapat membawa korban keluar dari lingkaran yang menakutkannya. Jika dilakukan aborsi, si korban akan makin merasa bersalah dan trauma.
16. Apakah korban hubungan sedarah yang hamil lebih memilih aborsi?
Tidak. Dalam studi kasus ini oleh Dr. George Maloof di Amerika, sejumlah besar korban incest tidak ingin melakukan aborsi. Jika mereka melakukan aborsi, juga dikarenakan tekanan dari si pelaku (biasanya ayahnya atau ayah tirinya), guna menghilangkan bukti kelakuannya. Sedangkan untuk korban pemerkosaan yang hamil, keputusan aborsi biasanya diambil karena tekanan orang-orang di sekitar korban atau karena kehamilan yang sulit.
17. Apakah bayi-bayi hasil hubungan sedarah selalu cacat? Bahaya cacat memang tinggi, tetapi banyak yang melahirkan bayi-bayi sehat. Lalu, mengapa bayi-bayi tak bersalah harus dibunuh karena cacat atau kemungkinan cacat?
(diterjemahkan dari leaflet keluaran Foundation for Human Development, Sydney, Australia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar