Rabu, 21 April 2010

Kesankan Yang Baik Kepada Orang Lain

Tulisan ini merupakan renungan yang cukup lama dan berada diantara sadar dan tidak,percaya dan tidak,senang dan tidak senang.Renungan yang terilhami oleh substansi sabda Rasulullah s.a.w yang realistis dan mengagumkan,yaitu bahwa kesan orang kepada kita adalah kita sendiri yang menentukannya.
Sadar,karena merupakan fakta tak terbantahkan.Tidak sadar karena sering terbawa emosi sehingga mengabaikannya.Senang,karena menghasilkan kesuksesan menggembirakan.Tidak senang,karena ketidakmampuan mengolah ‘senjata’ ampuh ini.Konkritnya,Si Polan misalnya setiap bertemu dengan anda cemberut.Di kantor,di supermarket,di jalan bahkan di tempat pestapun cemberut,berarti Si Polan telah membuat cetakan dalam benak anda,bahwa setiap orang cemberut pasti akan mengingatkan anda kepada Si Polan.Begitu sebaliknya,ketika Si Polan setiap bertemu anda tersenyum,berarti telah membuat cetakan yang akan mengingatkan anda kepadanya setiap kali anda melihat orang tersenyum.
Realita ini nyaris tidak disadari banyak orang kecuali sedikit dari mereka yang menggeluti sikologi komunikasi.Hampir semua orang memahami,bahwa tabiat manusia lebih senang kepada senyum daripada cemberut.Lebih senang dipuji daripada direndahkan.Namun banyak yang kurang menyadarinya sehingga lebih sering terbawa emosi,dan cemberut setiap kali mendapatkan atau menghadapi sesuatu yang tidak disukainya.Mereka lupa bahwa senyum kita,meski lebih disukai banyak orang,namun belum tentu menyenangkan setiap orang.
Satu hal tak terbantahkan dan hendaknya menjadi renungan,bahwa cemberut tidak kita senangi.Jalan Macet dan kendaraan jalannya tersendat lalu anda menggerutu,mengumpat menyesali dan seribu satu emosi anda ungkapkan.
Percaya,ketidaknyamanan yang anda rasakan tidak melebihi ketidaknyamanan orang lain,dan kenyamanan yang dirasa oleh orang lain juga tidak melebihi kenyamanan yang anda rasakan.Setiap orang merasakan sesuatu yang akan dinilainya berbeda dengan pernilaian orang lain.Orang yang menganggap sebagai yang tidak nyaman,karena ia beratensi dan memikirkannya.Begitu sebaliknya,yang menganggap sebagai sesuatu yang nyaman karena ia menikmatinya.
Teringat akan outobiography seorang Immanuel Kant,filosof dari jerman.Syaikh Ali Thanthawiy—rahimathullah—menuturkan dalam karyanya “Shuwar wa khawatir” sebagai berikut : Immanuel bertetangga dengan seorang yang memiliki ayam jago.Entah sengaja atau secara kebetulan,ayam jago itu di tempatkan di lantai atas,tepat bersebrangan dengan ruang kerja Immanuel Kant.Setiap kali akan memulai bekerja,ayam jago itu berkokok sehingga dirasa mengganggu konsentrasinya.
Emmanuel Kant mencari akal mengatasinya.Ia pun kemudian memanggil pelayannya,seraya mengatakan :”Aku merasa terganggu oleh suara ayam jago tetangga setiap kali aku akan bekerja.Cobalah engkau ke tetangga,katakan kepadanya berapa harga ayam jagonya dan kita beli,kemudian engkau masak dan kita makan bersama.Aku akan mengundang beberapa kawan untuk dating dan makan bersama kita.Mudah-mudahan aku akan lebih baik dalam berkonsentrasi.”
Pelayan kemudian melaksanakan perintah sang majikan.Ketika tetangga pemilik ayam jago mengatakan tidak akan menjualnya,pelayan kemudian berinisiatip pergi ke pasar dan membeli seekor ayam jago sebagai pengganti.Usai masak,ketika menghidangkan sang pelayan mengatakan kepada majikannya : “Tuan,tadi saya sudah ke tetangga dan menyampaikan niat untuk membeli ayam jagonya,namun tetangga tidak menjualnya.Saya berpikir tuan ingin makan daging ayam,jadi saya pergi ke pasar dan membeli ayam jago,dan inilah hasil masakannya.”
Saat tengah menyantap masakan yang terhidang,ayam jago itu terus berkokok dengan lengkingan suaranya yang keras.
Yang terbaca dengan jelas,Emmanuel Kant dirundung rasa tidak nyaman oleh lengkingan suara ayam jago.Sebenarnya,yang membuat tidak nyaman adalah dirinya sendiri,bukan lengkingan suara ayam jago.Kalau dia berusaha untuk menghilangkan lengkingan suara ayam jago dengan menyembelihnya,maka akan muncul seribu satu suara ayam jago yang lain.Sebab dunia ini penuh dengan ayam jago,alias tidak hanya satu ekor saja.Kalaupun dapat menghentikan lengkingan suara ayam jago tetangga,maka akan muncul lengkingan suara ayam jago lainnya.Kalaupun kita tidak mampu menghilangkan ayam jago dari muka bumi,mengapa kita tidak hilangkan saja dari benak kita ? Kalau kita tidak dapat menyumbat mulut ayam jago yang terus berkokok,mengapa tidak kita menyumbat saja telinga kita ? Kalau kita tidak mampu membuat segala yang ada sesuai dengan keinginan kita,mengapa tidak kita sesuaikan keinginan kita dengan realita yang ada atau menghindar darinya ? Betapa bijaknya kata-kata mutiara yang terlantun seperti ini : “Jika waktu tak memberimu apa yang kamu harapkan , maka jangan memusuhinya.”
Analog dengan hal itu,siapa saja tidak akan pernah lapang dada menghadapi sesuatu yang menjengkelkan,selama dalam benaknya terus memikirkan siapa yang menyakitinya.Selamanya orang atau kelompok tidak akan pernah bersatu,selama yang dipikirkan adalah perbedaan demi menjaga “Kepentingan”. Dari sini Nampak jelas bahwa ketika seseorang diremehkan,dihina,atau dicaci maki hingga merasa “Sakit Hati” kepada yang menghina , sebenarnya yang sakit adalah pikirannya dan bukan hatinya.Mengapa ? Karena ia memikirkannya.
Betapa banyak orang yang terkecoh dalam upaya mendapatkan kebahagiaan. Mencarinya pada tempat yang jauh,padahal ia sangat dekat. Ia ada di tangan kita,namun mencarinya pada orang lain. Berusaha menghindar dari kesalahan,justru melakukan kesalahan dan bahkan dosa-dosa lain. Lebih dari itu, tidak sedikit yang melakukan kesalahan,dengan alasan yang lebih buruk dari perbuatannya. Menghadapi masalah kecil,melakukan masalah yang lebih besar. Sumpek menghadapi keadaan , memeras otak mencari pelampiasan yang tidak karuan. Hadapi setiap masalah pada batasnya.Hadapi ‘ Kenegatifan ‘dalam benak dengan mengalihkan kepada ‘ Kepositifan ‘ pikiran dan tindakan.
Di sini terlihat betapa pentingnya kita harus memanage emosi ,mengendalikannya secara rapi dan teratur, meski menghadapi kenyataan yang kurang menyenangkan.Secara khusus bila kita bekerja di bawah sebuah manajemen yang di dalamnya terdapat seribu satu tipikal manusia dan emosinya yang beragam yang tidak kecil kemungkinan bermunculan ejekan,apakah terhadap hasil kerja atau bahkan mengejek bentuk fisik.Tidak perlu memaksakan kehendak,tidak pula merasa ‘dirinya’ yang terbaik, dan jangan sekali-kali meremehkan pendapat orang lain apalagi merendahkannya.
Realita seperti ini mengingatkan kita bagaimana baginda Rasulullah s.a.w mengajari para sahabat untuk mengesankan kepositifan dari pada kenegatifan, mengedepankan pujian (tidak berlebihan dan bukan untuk mencari muka) dari pada penghinaan dan menampakkan kebaikan kepada orang lain daripada keburukan.
Secara umum,manusia menyukai orang yang memberi perhatian terhadap orang lain.Namun sangat disayangkan , sarana efektif , mudah dan murah untuk mengambil hati ini sering diplesetkan dan disalahartikan. Kebiasaan umum member perhatian hanya kepada pejabat,orang-orang terhormat,sukses,kaya,berilmu atau yang memberikan keuntungan material saja,bertentangan dengan tuntunan Rasulullah s.a.w.
Fakta lain yang tak terbantahkan , manusia lebih menyukai orang yang mau membantu menyelesaikan problem atau masalah yang tengah dihadapinya.Secara umum, mereka tidak membutuhkan kata-kata “Kamu seharusnya bagini, kamu seharusnya begitu, dan mengetahui hal ini.”dan seterusnya .Hal seperti ini tidaklah penting.Yang penting adalah bagaimana membantu meringankan mereka, secara khusus yang berkenaan dengan materi.
“Gembirakan dengan kata-kata kalau tak mampu menggembirakan keadaan.” Benar,bahwa mengesankan yang baik kepada orang lain demi kebaikan adalah salah satu kunci keberhasilan Rasulullah s.a.w membangun masyarakat, bangsa dan Negara dalam kurun waktu relative singkat, disamping penegakan hukum dan aturan yang tegas.Beliau s.a.w tidak akan pernah memaafkan apapun bentuk kesalahan social yang dilakukan oleh siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun,namun selalu memaafkan kesalahan yang bersifat pribadi. Apapun bentuk kesakitan yang ditimpakan kepada beliau s.a.w dan oleh siapapun,selalu dimaafkannya selama tidak melanggar hukum-hukum Allah s.w.t atau hal-hal yang bersifat dosa.
Jika saja para pegawai khususnya pegawai pemerintah tahu dan menyadari bahwa puncak interaksi dengan masyarakat adalah ketika mereka bekerja demi membantu menyelesaikan berbagai hajat manusia,maka niscaya mereka akan meraih hal tertinggi dalam berinteraksi. Andaikan semua orang paham dan memahami ajaran Islam dan mau melaksanakannya, maka pasti akan lahir masyarakat yang penuh keteladanan , yang klimaknya adalah merealisasikan syariat Islam sebagai rahmat bagi seru sekalian alam , dan inilah yang kita harapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar